exclusivemails.net

Minggu, 22 November 2009

Pendusta

Ia tlah membuat tameng semu
Sekilas tamak kuat
Namun hanya bayangan
Tak berfikirkah dirimu kawan?
Tameng semu itu tak dapat menahan lemparan panah dari perang yang kau buat
Tak takutkah dirimu kawan?
Akan adzab Tuhan lantaran kebohongan dan kemunafikkanmu

Di sini
Tiada tempat lagi bagi dirimu
Wahai sang pendusta

Pembalasan Baik

Pusaran angin datang
Membelah tirai yang menyambut indah bak tarian seorang dewi naga
Mendatangkan jutaan tetes air
Menjadi obat dari setiap kejenuhanku

Penantang Tuhan

Gelegar gemuruh berarak-arak
Laksana kilat berombak yang siap menghantam batu karang
Pekatnya malam tlah melenakan orang-orang musrik
Hingga tiada tampak adzab yang kan meluluhlantakkan kesombongan mereka

"sesungguhnya kami adalah orang-orang yang dzalim..
Wahai Dzat yang merajai bumi seisinya, berikanlah kesempatan bagi kami tuk bertobat.."

Tangis sesal tiada lagi terdengar
Sungguh akhir yang mengenaskan bagi para penantang Tuhan

Rabu, 18 November 2009

Gor Susu

Pagi menjemput...
Purwokerto tertutup kabut pagi ini
Aroma embun merasuk hingga palung jiwa..
Ohh.. Begitu damainya pagi ini

Riuh tawa terdengar dari para pejalan kaki
Tua-muda tak ada beda
Tampak bersemangat berjalan cepat
Saling bertegur sapa satu sama lain

Yah, tiada yang bermuka masam
Rasa bahgia terpancar dari senyum-senyum yang berkembang
Mengingatkanku akan nikmat bersilaturahmi
Nikmatnya tersenyum

Gor Susu
Disana ku menemukan satu lagi pelajaran berarti

Selasa, 17 November 2009

Suara Hati


Sejenak ku terdiam
Pikiran tlah terbang meninggi dengan sayap rapuhnya
Menukik..
Dan melihat sketsa alam pikiran dengan jarak yang lebih jauh

Hatiku teriris..
Perih..
Betapa mata, lisan, telinga, kaki, tangan
Dan semua bagian tubuh tlah banyak berbuat maksiat

Allah..
Masihkah ada maaf untuk diri yang hina ini..?

Sabtu, 07 November 2009

Akhir yang Menjadi Awal


Deg dug..
Deg dug..
Deg dug..
Suara degup jantungku keras terdengar
Rasa waswas dan khawatir tlah menjalar ke seluruh badan

Deg dug..
Deg dug..
Deg dug..
Horeee.. Horeee...
Tak lagi berbeda dengan orang gila
Aku bersorak riang
Hingga teringat tuk segera bersujud syukur karena lagi-lagi Allah memberi tanda cinta

Aku menemukannya..
Apa yang selama ini tiada lelah ku minta

Manis, lembut, kuat..
Terang dan hangat

Ini sebuah akhir dari pencarian
Namun menjadi awal dari gairah hidup

Deg dug..
Deg dug..
Deg dug..
Suara degup jantungku keras terdengar
Dan aku bahagia dengan ini..

Sketsa Rakyat Jelata


Jangan dekat-dekat aku. Politik itu hanyalah kursi yang direbut-rebut.
Politisi hanyalah pengasah-pengasah pisau. Untuk dihujamkan ke perut orang...
Aku hanya butuh makan dan sedikit ketenangan. Anakku juga hanya butuh susu dan makanan tambahan.
Pidatomu tak membuatku kenyang. Narasimu tak membuat mataku gampang terpejam...
Saat kampanye. Saat kau tipu aku dengan rayuan-rayuanmu...
Aku hanya orang kecil yang sejak dulu dibuang-buang. Dan kau janji akan mengentaskanku dari kemiskinan...
Akupun slalu mencoba paham. Perjuangan memang berumur panjang. Tapi apakah kau juga berjuang?..
Jika perjuangan memang penuh kesusahan, mengapa perutmu kian buncit saja?
Jika perjuangan memang banyak penderitaan, mengapa badanmu kian gemuk saja?..
Sudahlah, jangan dekati aku lagi. Aku ingin hidup apa adanya. Tidak makmur juga tidak apa-apa. Asalkan ketidakmakmuran juga dirasakan semua orang. Tetap miskin juga tak apa-apa. Asalkan kemiskinan ini tidak direkayasa.
Jangan dekat-dekat aku. Biarkan aku tetap bernama rakyat.

Sketsa Wakil Rakyat


"Saudara jangan memprovokasi
Kami ini terus berjuang sambil duduk di kursi
Saya kira yang terjadi adalah mispersepsi atau miskomunikasi
Masing-masing kita punya peran sendiri-sendiri
Mari kita galang lagi kekuatan
Bangsa kita kini sedang dilanda berbagai bencana
Jangan kita menambah-nambah keruhnya suasana
Berpikirlah dengan tenang
Bertindaklah sesuai hati nurani
Tak mungkin rakyat kami khianati
Tenanglah
Bersabar
Sambil berdoa kepada Tuhan
Jangan main hakim sendiri
Nanti semua akan selesai juga..."
Dan sebagainya. Dan seterusnya.

Selesai.

....

Pada puisi, ijinkan aku ayah, bercerita tentang gerimis yang mengiringi kepergianmu atau hujan yang membasahi pilar nisanmu.
Pohon kamboja mulai meranggas meski bunga kecil berteduh dibawah daun-daun kering..

Pada puisi, aku datang ayah, bukan hendak menggugat takdir kematianmu atau menghujat sang pemilik maut.
Kali ini aku ingin katakan, kepergianmu adalah pelajaran tanpa kamus. Perenungan panjang untuk dipahami bahwa hidup adalah pembuktian tuk wujudkan syukur dan sabar.

Pada puisi, aku kan kembali menemuimu ayah, lewat goresan pena yang mengajariku tentang arti kematian.
Bila esok tlah ku temukan muara kasihNYA yang tak bertepi, akan ku ceritakan kembali 10 malam kepergianmu dan 10 bunga yang masih berteduh dibawah pohon kamboja..

Rindu


Malam terasa sangat panjang..
Tubuh telah begitu lelah tapi mata tak juga mau terpejam..

Ada satu rindu yang kini terasa kuat..
Membuncah..
Hingga nafasku semakin tercekat..

Hatiku menangis pilu, mengenang saat-saat itu..

Allahurobbi.. Aku begitu rindu..
Sangat..sangat rindu!!

Rasa


Hampa..
Kosong..
Yang terasa hanya kesunyian..
Tidak pula bahagia, tidak pula pilu..

Ini sesuatu yang salah!! Bukankah tidak seharusnya begini?
Hatiku nyaris mati,, semua terasa hambar.. Semua ku lakukan hanya sebatas formalitas..

Rasa,,
hati ini hampir mati.. Sakit ini telah sebegitu meradang..

Rasa.. Aku merindukannya..